Perkembangan ilmu geografi seiring
dengan sejarah manusia untuk mengenal
ling kungan dan wilayah yang lain. Ahli geografi mempelajari sifat fisik permukaan bumi
maupun masyarakat manusia yang tersebar
di atasnya. Mereka juga meneliti interaksi
budaya manusia dengan ling kungan alam,
serta dampak lokasi dan tempat tinggal pada
manusia. Geografi berupaya memahami
ruang dan tempat suatu obyek ditemukan,
proses dan alasan keberadaan obyek itu
di suatu tempat, serta perkembangan dan
perubahannya seiring waktu.
Pada Abad Pertengahan, ilmu geografi
juga dikembangkan oleh bangsa Arab ya itu
oleh Idrisi, Ibnu Battutah, dan Ibnu Khaldun.
Mereka melakukan perjalanan ke berbagai
penjuru negeri yang bertujuan meningkatkan
pengetahuan mereka tentang dunia. Dalam
salah satu karyanya, Travels in Asia and Africa
1325-1354, Ibnu Battutah mendeskripsikan
bentang alam lingkungan yang ia kunjungi,
sekaligus aspek budaya, ekonomi, dan politik
suatu masyarakat. Di akhir Abad Per tengahan,
Marco Polo, seorang penjelajah asal Italia,
telah mendokumentasikan per jalanannya ke
berbagai penjuru negeri Asia hingga sampai
ke Cina melalui jalur sutera. Karya Marco Polo
tersebut membangkitkan minat mempelajari
geografi di luar dunia Muslim. Beberapa
wilayah di Nusantara pernah menjadi daerah
persinggahan Ibnu Battutah dan Marco Polo.
Perkembangan ilmu geografi juga seiring dengan Abad Renaisans di Eropa
yang mendorong keinginan untuk menjelajahi bagian dunia yang belum
diketahui. Perjalanan tersebut nantinya mengarah pada penjelajahan untuk
penemuan-penemuan besar.
Di Nusantara, perkembangan ilmu geografi diperkenalkan oleh
Alfred Russel Wallace, naturalis asal Inggris. Wallace menjelajahi Malaka,
Singapura, Sumatra, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Ambon, hingga Papua pada
tahun 1854–1862. Kisah perjalanan Wallace kemudian diterbitkan pada 1869
dengan judul The Malay Archipelago. Buku tersebut mendokumentasikan
keanekaragaman hayati di Nusantara. Tokoh yang dikenal dengan bapak
biogeografi ini kemudian memperkenalkan teori Garis Wallace, garis
imajiner yang mengelompokkan flora dan fauna berdasarkan wilayah di
Indonesia. Perkembangan geografi juga sejalan dengan berbagai penemuan
teknologi seperti fotografi udara, sensor jarak, komputer, dan satelit yang
membantu pemahaman manusia tentang peta dan pemetaan.
Beberapa ahli geografi, menjelaskan geografi sebagai ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara alam dan manusia di permukaan
bumi. Berdasarkan KBBI, geografi adalah ilmu tentang permukaan bumi,
iklim, penduduk, flora, fauna, serta hasil yang diperoleh dari bumi. Geografi
menjelaskan sifat bumi melalui fenomena alam serta interaksi dengan
manusia sebagai penghuninya. Ahli geografi mempelajari lanskap bumi,
atmosfer, lingkungan alam, dan manusia. Geografi juga mengkaji perubahan
dan proses kehidupan kumpulan manusia atau penduduk seiring dinamika
yang terjadi pada bumi dalam rentang waktu yang panjang.
2. Obyek Studi Ilmu Geografi
Setiap disiplin ilmu memiliki obyek studi atau hal pokok yang dikaji
tersendiri dan menjadi kekhasan ilmu tersebut. Walaupun memiliki kemiripan dalam hal yang dikaji, yaitu tentang manusia dan lingkungan,
geografi memiliki kekhasan. Terdapat dua obyek studi dalam ilmu geografi
yaitu obyek material dan obyek formal.
a. Obyek material
Obyek material adalah hal pokok yang dapat diamati dan dikaji dalam
ilmu geografi. Hal pokok tersebut bersifat bendawi dan nyata. Hal ini
disebut obyek material atau berbentuk “materi” yang dapat diamati.
Obyek material geografi adalah fenomena geosfer yaitu segala peristiwa
alam yang terjadi pada bumi. Fenomena geosfer meliputi atmosfer
(selubung gas), litosfer (batuan), pedosfer (tanah), biosfer (flora dan
fauna), hidrosfer (air), serta antroposfer (manusia). Fenomena geosfer
sebagai obyek material geografi akan kita diskusikan lebih jauh dalam
bagian selanjutnya dari buku ini. Kalian dapat memperkaya informasi
tentang obyek material studi ilmu geografi dari berbagai sumber
b. Obyek formal
Obyek formal adalah pendekatan atau cara memahami fenomena
geosfer yang terjadi di permukaan bumi dan menjadi sebab geografi
dipelajari. Fred K. Scaefer, seorang ahli geografi, menyatakan obyek
formal geografi adalah ilmu yang terkait dengan cara mengatur
pembagian keruangan di permukaan bumi. Obyek formal dari geografi
terkait dengan penyebab fenomena di permukaan bumi dan cara
mempelajarinya (Suharsono & Budi, 2006: 199). Terdapat tiga macam
pendekatan geografi yaitu pendekatan keruangan (spatial approach),
pendekatan kelingkungan/ekologi (ecological approach), dan
pendekatan kompleks wilayah (regional complex approach). Ketiganya
akan kalian pelajari lebih mendalam di bagian ini.
Obyek formal inilah yang membedakan ilmu geografi dan ilmu
pendukung lainnya. Misalnya geografi akan mudah dibedakan dengan
biologi, oseanografi, hidrologi, klimatologi, geologi, dan ilmu-ilmu kebumian lainnya. Sebagai contoh, klimatologi adalah ilmu yang mempelajari
tentang iklim dan cuaca di suatu daerah. Klimatologi akan menjelaskan
tentang kondisi cuaca, curah hujan, tekanan udara di daerah tersebut.
Namun, geografi memiliki cara penjelasan yang berbeda dengan klimatologi.
Dengan perspektif keruangan, geografi menjelaskan dampak curah hujan
di daerah tersebut atau wilayah mana saja yang berpotensi tergenang.
Dengan perspektif ekologi, geografi akan menganalisis perilaku
manusia menyikapi curah hujan dalam kaitannya dengan lingkungannya
Contoh lain, dalam alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian dan
pemukiman, pendekatan ekologi akan menganalisis aspek lingkungan,
terutama hutan, sebagai daerah resapan air.
Geografi dengan pendekatan kewilayahan yang menggabungkan dua
pendekatan terdahulu akan memperhatikan hubungan antarwilayah. Dalam contoh terkait dengan curah hujan misalnya, pendekatan ini tidak
hanya menjelaskan dampak curah hujan di suatu daerah, tetapi juga
dampaknya bagi daerah lain yang bahkan tidak mengalami curah hujan tinggi. Pen dekatan ini juga menekankan perilaku yang mesti dilakukan
oleh manusia yang tinggal di daerah tersebut dan daerah terdampak
lainnya. Studi kasus berikut ini dapat memberikan contoh dan penjelasan
mengenai pendekatan kompleks wilayah.
3. Aspek Ilmu Geografi
Kajian Ilmu geografi mencakup dua aspek yaitu aspek fisik dan aspek sosial.
Berikut penjelasannya:
a. Aspek fisik
Aspek fisik adalah aspek non-manusia yang memengaruhi kehidupan
manusia, yaitu aspek topologi (terkait dengan letak, luas, bentuk, dan
batas suatu wilayah), aspek biotik (terkait dengan flora dan fauna), dan
aspek abiotik (terkait dengan kondisi tanah, air, dan iklim).
b. Aspek sosial
Aspek sosial adalah yang terkait dengan tempat dan cara manusia
hidup serta berinteraksi dengan lingkungan hidupnya. Aspek sosial ini
akan melihat dari dimensi ekonomi, budaya, politik, dan kondisi sosial
suatu masyarakat.
4. Pendekatan Geografi
Pendekatan atau cara mempelajari geografi sudah disinggung di awal
materi. Ketika kalian belajar ilmu geografi, hal yang membedakan dengan
ilmu lainnya adalah pendekatan atau cara berpikir geografi yang menjadi
karakteristik ilmu ini. Terdapat tiga pendekatan yang menjadi cara berpikir
geografi yaitu:
■ Pendekatan keruangan (spatial approach)
Pendekatan keruangan adalah cara pandang yang menekankan pada lokasi
atau tempat (ruang) fenomena geosfer terjadi serta fenomena yang terjadi.
Pendekatan ini lebih memberi perhatian pada lokasi dan sebarannya,
fenomena yang terjadi, penyebab fenomena tersebut terjadi di lokasi itu,
dan faktor-faktor alam yang berpengaruh terhadap fenomena tersebut.
Sebagai contoh, dalam melihat kasus banjir yang terjadi di Kota
Yogyakarta, pendekatan keruangan akan menganalisis lokasi daerah rawan
banjir termasuk sebarannya, penyebab banjir, dan faktor-faktor alam yang
berpengaruh terhadap banjir. Peta ancaman banjir di Kota Yogyakarta
berikut ini akan memberikan informasi mengenai lokasi dan sebaran
kawasan rawan banjir.
Gambar 1
Peta Ancaman
Banjir di Kota Yogyakarta
Sumber: BPBD Pemerintah Kota Yogyakarta (2014)
■ Pendekatan Lingkungan/Ekologi (ecological approach)
Pendekatan lingkungan merupakan cara pandang yang memfokuskan
pada aspek lingkungan fisik tempat fenomena geosfer terjadi. Pertanyaan
dasar dalam pendekatan ini: 1) Fenomena apa yang terjadi? 2) Di manakah
terjadinya? Bagaimana sebaran, luasan, dan dampaknya? 3) Bagaimana
relasi fenomena tersebut dengan manusia? Bagaimana cara berpikir
manusia terhadap fenomena tersebut? Sejauh mana pengetahuan, sikap,
dan perilaku masyarakat manusia di daerah tersebut terhadap fenomena
yang terjadi?
Pada kasus banjir di Kota Yogyakarta, pendekatan lingkungan memusatkan perhatian pada struktur tanah dan kondisi daerah cekungan
yang menjadi penyebab banjir. Pendekatan ini juga mengamati perilaku
manusia dalam mengubah alam sehingga memunculkan risiko banjir.
• Pendekatan Kompleks Wilayah (regional complex approach)
Sedangkan pendekatan kompleks wilayah adalah cara pandang yang
menggabungkan dua pendekatan yaitu keruangan dan ekologi dalam
menjelaskan fenomena geosfer. Pertanyaan mendasar dari pendekatan ini
adalah: 1) fenomena apa yang terjadi? (ada aspek yang kompleks terjadi
di dua wilayah atau lebih sebaran dan luasannya). 2) di mana terjadi
(sebarannya dan luasannya disajikan dalam peta)? dan mengapa terjadi
di lokasi tersebut? 3) Faktor alam apa saja yang memengaruhi fenomena
tersebut dan juga faktor manusia (pengetahuan, cara pandang, sikap dan
perilaku)? 4) bagaimana dinamikanya?, 5) bagaimana pemecahan terhadap
masalah tersebut? Pendekatan ini menjelaskan hubungan antarwilayah
yang berbeda, misalnya wilayah A, B, dan C yang berpotensi saling
memengaruhi baik korelasi maupun sebab-akibatnya.
Dalam kasus banjir di Kota Yogyakarta, pendekatan ini akan mencari
penjelasan dari pendekatan keruangan maupun ekologi, serta menganalisis
potensi pengaruh dari wilayah lain yang dapat memengaruhi terjadinya
banjir. Kasus banjir di Kota Yogyakarta akan menganalisis keterkaitan
dengan alih fungsi lahan maupun kondisi cuaca di Kabupaten Sleman dan
Kabupaten Bantul. Lalu cara pandang, pengetahuan, sikap, dan perilaku
masyarakat yang tinggal di tiga kota/kabupaten tersebut juga menjadi
fokus dari cara pandang ini.
Tidak ada komentar